Masa Depan Sepeda Motor Listrik Masih Terganjal

Jakarta – Seperti dalam artikel sebelumnya, cukup banyak sepeda motor listrik yang diperkenalkan oleh beberapa Agen Pemegang Merek (APM) di Indonesia belakangan ini. Namun sayangnya hanya minoritas yang saat ini sudah di jual (Viar Q1) meskipun regulasinya masih belum jelas.
Itulah kondisinya sekarang di Indonesia, meskipun beberapa APM sudah menyatakan kesiapannya untuk menjual sepeda motor listrik. Ya, memang ini hal yang baru bagi industri otomotif di Tanah Air.
Akan tetapi hal ini bukan “barang baru” bagi beberapa negara yang sudah konsen terhadap kendaraan ramah lingkungan. Bila melihat laporan Global EV Outlook 2016, dikeluarkan The International Energy Agency (IEA), Cina, Belanda, Swedia, Thailand punya perhatian terhadap motor listrik.
Bahkan negara Cina telah memulai pengembangan motor listrik sejak 1990-an, dan digencarkan sejak 2004. Paling tidak selama lima tahun terakhir pendaftaran baru unit motor listrik di negara panda ini trennya naik signifikan. Tercatat pada 2010 registrasi baru motor listrik cuma 16,2 juta unit. Beranjak pada 2014 naik mencapai 29,4 juta unit.
Bahkan IEA memperkirakan terdapat 223 juta unit sepeda motor mengaspal di Cina. Atau ini merupakan separuh dari populasi motor listrik di dunia.
Bahkan tahun lalu ada 40 juta unit motor listrik terjual di seluruh dunia. Dimana diperkirakan pada 2030 terdapat 40 persen penjualan motor listrik berasal dari Cina. Pertanyaannya, apa yang membuat perkembangan motor listrik Cina pesat? Apakah Indonesia mampu mengikuti jejak Cina?
Perlu Adanya Konsistensi dan Ketegasan Pemerintah
Menjawab pertanyaan di atas, sebenarnya ini sangat erat dengan aturan pemerintah setempat. Hal ini bisa di capai Cina karena pemerintahannya di pusat maupun daerah sejak satu dekade sebelumnya cukup agresif dan serius mendorong motor listrik.
Paling relevan adalah adanya isu pencemaran udara menjadi masalah serius di Cina. Bahkan pemerintah pusat Cina pada 1999 mengeluarkan ketentuan dimana bagi kendaraan roda dua atau sepeda listrik yang beratnya tidak lebih dari 40 kg dan kecepatan maksimal 20 km/jam, tak perlu registrasi atau lisensi. Ini juga termasuk tak memerlukan SIM bagi pengendaranya.
Sedangkan pada 2009 sudah ada 13 kota di Cina yang menerapkan larangan penggunaan motor bensin. Selain itu ada juga 16 kota yang memberlakukan larangan secara parsial.
Sepeda motor listrik di Cina sangat diterima dan mendapatkan tempat di masyarakat. Bahkan bisa bersaing dengan moda lainnya karena unggul dari sisi biaya. Namun semua ini bukan berati tanpa “cela”, apalagi yang selama ini menjadi kekhawatiran para pengembang motor konvensional di Indonesia? Ya, apalagi kalau bukan isu lingkungan.
Memang ini perlu perancangan yang matang, karena di Cina sendiri menghadapi persoalan regulasi maupun pemanfaatan daur ulang baterai motor listrik yang masih terbatas.
Seperti diketahui pasar motor listrik di Cina lima juta per tahun. Tentunya angka lima juta didalamnya pasti ada baterai. Pengolahan limbah baterai ini yang perlu dipikirkan secara matang, namun Cina mampu mengatasinya.
Selain isu lingkungan yang digemborkan, di Indonesia produsen motor konvensional mendorong adanya standardisasi yang jelas soal sepeda motor listrik. Terutama menyangkut keselamatan misalnya motor listrik harus berbunyi.
Bila nantinya sepeda motor ini akan hadir sudah tak ada celah terkait segala dampak. Hal ini juga memastikan kelahiran motor listrik bisa benar-benar disiapkan. Sebenarnya masyarakat Indonesia sudah lama mengenal motor listrik namun sayang tak berkembang. Lagi-lagi persoalan adalah regulasi dan infrastruktur pendukung masih jadi pekerjaan rumah.
Bila melihat kebelakang pada 10 tahun lalu, Indonesia telah kedatangan berbagai motor listrik impor. Misalnya merek Betrix yang identik sebagai motor rumahan dengan berat yang ringan. Ada juga Emoto dimana kemunculan sepeda listrik pada waktu itu belum jadi perhatian pemerintah.
Membangun industri motor listrik mau tak mau harus dimulai sejak dini. Dimana saat harga minyak masih “jinak” sebelum kembali melesat dan membuat masalah baru di masa depan. Secara fundamental bahan bakar fosil suda pasti akan terbatas. Bahkan habis sehingga dipastikan berdampak pada stok dan harga.
Memulai teknologi masa depan sebuah pilihan penting, termasuk memberikan dukungan bagi kelahiran bayi industri massal bernama sepeda motor listrik. Yang jelas, regulasi dan infrastruktur harus dibuat dengan matang tanpa celah.