Site icon Carmudi Indonesia

NPT Wajib Pelumas TelahTerbukti Lindungi Konsumen dan Industri

Ganti Oli

Standar mutu pelumas sudah dijamin dengan regulasi NPT . Foto/Ilustrasi.

Jakarta – Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia (SNI) wajib bagi produk pelumas di Tanah Air justru mempersempit cakupan landasan standar kualitas yang telah ada melalui NPT. Penilaian ini disampaikan Perhimpunan Distributor, Importir dan Produsen Pelumas Indonesia (PERDIPPI).

Karena sudah ada Nomor Pelumas Terdaftar (NPT) yang tertuang dalam Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi 019K/34/M.PE/1998. Ini merupakan upaya guna melindungi konsumen dalam mendapatkan produk pelumas berkualitas di Indonesia.

Paul Toar selaku Ketua PERDIPPI memberikan pernyataan kalau NPT diperkuat dengan kebijakan pemerintah melalui Keputusan Presiden Nomor 21 Tahun 2001. Dimana mewajibkan prosedur uji laboratorium dan pendaftaran bagi semua pelumas yang beredar di Indonesia.

“Standar mutu pelumas sudah dijamin dengan regulasi NPT yang meliputi seluruh pelumas yang beredar tanpa kecuali. Ini mengacu pada syarat–syarat standar internasional bagi pelumas yang belum ada SNI-nya dan mengacu pada standar SNI bagi pelumas yang sudah ada SNI-nya dari BSN (Badan Standarisasi Nasional),” ujarnya dalam keterangan resminya, Sabtu (2/6).

Bahkan menurutnya jaminan kualitas produk pelumas di Tanah Air semakin kuat dengan adanya Peraturan Menteri ESDM Nomor 053 Tahun 2006. Dimana memasukkan standar SNI sebagai standar dalam pengajuan NPT wajib yang mengadopsi standar internasional.

Serta memasukkan standar internasional dan rekomendasi standar dari pabrikan setiap tahun. Pengujian di laboratorium sebagai dasar NPT dilakukan terhadap 14 parameter fisika kimia secara lengkap dan cermat oleh Lembaga Minyak dan Gas Bumi (Lemigas) Kementerian ESDM yang berlangsung hingga saat ini.

Dengan dasar NPT itu pula, lanjut Paul, pelumas yang beredar di Indonesia telah terbukti memenuhi standar mutu tidak hanya SNI tetapi juga internasional.

Bebani Konsumen dan Industri

Besarnya biaya proses uji laboratorium yang dikenakan sebagai syarat ketentuan SNI Wajib tersebut, jika diberlakukan, akan semakin membebani industri dan konsumen karena biaya itu pada akhirnya akan masuk dalam komponen harga.

“Biaya sertifikasi SNI yang berkisar Rp 500 juta per produk per empat tahun yang pasti akan menjadi beban konsumen, terutama jika dibandingkan dengan biaya sertifikasi NPT yang hanya sekitar Rp 10 – 15 juta per lima tahun,” ujarnya.

Ini akan membuat industri akan makin sulit bersaing. Wajar bila patut diduga kalau upaya pemberlakuan ketentuan SNI Wajib merupakan bagian dari cara menghadang produk impor dalam persaingan.

“Dari yang kami ketahui dari berbagai sumber, wacana pemberlakuan SNI wajib bukan dimaksudkan sebagai perlindungan konsumen. Namun untuk menjadi non-tariff barrier bagi pelumas impor. Dampak sampingnya pasti juga akan mematikan daya saing dari perusahaan- perusahaan pelumas lokal yang kecil,” pungkas Paul.

Menurutnya selama ini keberadaan NPT telah menjamin kesehatan industri yang terus berkembang. Terlebih koordinasi antara Kementerian ESDM dengan Mabes Polri, SAE Indonesia, Asosiasi, YLKI. Ini sebagai tindak lanjut dari kebijakan NPT itu telah berjalan efektif.(dol)

Exit mobile version