Revisi Regulasi Taksi Online Potensi Munculkan Masalah Baru

Jakarta – Maraknya kasus terkait kebijakan transportasi online membuat Pemerintah harus turun tangan. Peraturan yang selama ini dinilai abu-abu mendapatkan revisi namun, itu juga menimbulkan pro dan kontra.
Ya, timbul masalah baru yang sekarang dianggap menyudutkan sang operator angkutan online. Rencanannya pemerintah akan memberlakukan revisi Peraturan Menteri nomor 32 tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Tidak dalam Trayek untuk transportasi berbasis aplikasi online per 1 April 2017.
Poin yang menjadi sorotan adalah kebijakan penetapan tarif yang dibuat batas atas dan batas bawah. Serta kuota pembatasan armada yang beroperasi.
Seperti diketahui selama ini, persoalan tarif dasar terjadinya konflik antara pengemudi taksi online dan taksi resmi. Misalnya, estimasi jarak sekitar 5 kilometer menggunakan aplikasi Grab Car berbiaya Rp29 ribu.
Sedangkan dengan jarak yang sama pada taksi resmi yang menggunakan argometer tarifnya lebih mahal dua kali lipat dari harga yang ditetapkan Grab Car. Wajar ini menjadi masalah krusial untuk cepat diselesaikan.
Grab Indonesia misalnya, menuding bahwa revisi peraturan menteri ini mengintervensi mekanisme pasar yang berpotensi menghambat penumpang mendapatkan layanan transportasi yang aman dan nyaman.
Kebijakan Baru, Masalah Baru
Pengelola layanan aplikasi taksi online menganggap peraturan baru yang telah direvis Pemerintah membuat sulit untuk memberikan angkutan aman dan nyaman untuk masyarakat.
Bahkan Managing Director Grab Indonesia Ridzki Kramadibrata dalam salah satu acara di salah satu televisi swasta nasional (20/3) mengatakan kalau pembatasan kuota itu kurang tepat.
“Adanya penetapan kuota pembatasan jumlah kendaraan akan berpotensi membatasi akses publik mendapatkan layanan transportasi,” kata Ridzki.
Bahkan Ridzki menambahkan revisi peraturan seharusnya mengedepankan inovasi dam meberikan layanan inovatif. Tapi sayangnya pengumuman revisi aturan ini pihaknya melihat potensi beberapa poin bernuansa proteksionis.
Dengan adanya aturan tarif bawah dan tarif atas ini merupakan adanya intervensi mekanisme pasar. Yang akan mengakibatkan susahnya mendapatkan transportasi publik yang terjangkau dalam hal biaya.
Sementara Pengamat Transportasi Azas Tigor Nainggolan berpendapat sama dengan pihak Grab Indonesia. Kalau revisi PM 32 tahun 2016 akan menimbulkan kegaduhan baru. Karena penetapan tarif sudah ditetapkan di Pasal 183 ayat 2 UU nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas.
“Seharusnya Pemerintah tidak perlu campur tangan masalah tarif taksi, serahkan saja ke operatornya dan penggunanya. Sebelum fatal sebaiknya Menhub atau pemerintah meninjau kembali revisinya daripada digugat masyarakat. Kalau menurut saya para operator bisa gugat revisi ini,” ujarnya.
Berikut Hasil Revisi Peraturan Pemerintah
1. Jenis Angkutan Sewa
Kendaraan Bermotor Umum yang memiliki Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (TNKB) warna hitam hanya kendaraan angkutan sewa; Nomenklatur angkutan sewa khusus untuk mengakomodir pelayanan angkutan taksi online.
2. Kapasitas silinder mesin kendaraan
Angkutan Sewa Umum minimal 1.300 cc; Angkutan Sewa Khusus minimal 1.000 cc.
3. Batas Tarif Angkutan Sewa Khusus
Tarif angkutan tertera pada aplikasi berbasis teknologi informasi; Penentuan tarif berdasarkan tarif batas atas/bawah. Penetapan tarif diserahkan sepenuhnya kepada Gubernur sesuai domisili perusahaan dan Kepala BPTJ untuk wilayah Jabodetabek.
4. Kuota jumlah angkutan sewa khusus
Penetapan kebutuhan jumlah kendaraan dilakukan oleh Gubernur sesuai domisili perusahaan; dan Kepala BPTJ untuk wilayah Jabodetabek.
5. Kewajiban STNK Berbadan Hukum
Jika sebelumnya ketentuan STNK atas nama perusahaan, direvisi menjadi STNK atas nama badan hukum. Selanjutnya STNK yang msh atas nama perorangan masih tetap berlaku sampai dengan habis masa berlakunya.
6. Pengujian Berkala (KIR)
Tanda uji berkala kendaraan bermotor (KIR) pertama semula dilakukan dengan cara pengetokan, disesuaikan menjadi dengan pemberian plat yang di embose. Kendaraan bermotor yang paling lama enam Bulan sejak dikeluarkannya STNK tidak perlu di uji KIR, dapat dengan melampirkan Sertifikat Registrasi Uji Tipe (SRUT).
7. Pool
Persyaratan ijin penyelenggaraan angkutan umum semula harus memiliki ‘pool’ disesuaikan menjadi memiliki/menguasai tempat penyimpanan kendaraan; Harus mampu menampung jumlah kendaraan yang dimiliki.
8. Bengkel
Dapat menyediakan fasilitas pemeliharaan kendaraan (bengkel); atau Kerjasama dengan pihak lain.
9. Pajak
Substansi untuk kepentingan perpajakan pada penyelenggaraan angkutan umum taksi online dikenakan terhadap perusahaan aplikasi sesuai usul dari Ditjen Pajak.
10. Akses Dashboard
Pokok bahasan Akses Dashboard merupakan ketentuan baru yang ditambahkan dalam revisi peraturan ini. Wajib memberikan akses digital dashboard kepada Dirjen Hubdat dan Pemberi ijin penyelenggaraan angkutan umum. Untuk kepentingan pengawasan operasional taksi online.
11. Sanksi
Pemberian sanksi dikenakan baik ke perusahaan angkutan umum maupun perusahaan aplikasi; Sanksi atas pelanggaraan perusahaan aplikasi diberikan oleh Menteri Kominfo dengan melakukan pemutusan akses (pemblokiran) sementara terhadap aplikasi sampai dengan dilakukan perbaikan. (Dol)